Kamis, 27 September 2018


Pendidikan Masa Kini Di Era Milenial

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi membawa arus perubahan. Perubahan dalam bidang pendidikan, perdagangan hingga pemerintahan. Kini, di era globalisasi tidak bisa di pungkiri bahwa seiring perkembangnya teknologi yang berbasis digital application, sistem interaksi sosial di masyarakat mulai tergerus.
Teknologi yang semakin pesat, mempermudah masyarakat dalam melakukan aktivitas. Perkembangan teknologi dan informasi masa kini, menawarkan banyak kemudahan. Masyarakat diberikan fasilitas penunjang dalam kegiatan sehari-hari. Sehingga memudahkan masyarakat dalam beraktivitas. Dengan mudahnya akses komunikasi, hal tersebut menunjang dalam dunia pendidikan. Penerapan teknologi komunikasi dan informasi di dunia pendidikan menjadi suatu hal yang diwajibkan. Pasalnya, kini setiap sekolah maupun citivas akademi lainnya telah menggunakan teknologi sebagai penunjang kegiatannya.
Globalisasi telah merasuki generasi masa kini. Globalisasi juga menyebabkan pergeseran dalam dunia pendidikan yang semula bersistem tatap muka mulai mengarah pada sistem online. Dengan masuknya globalisasi dalam dunia pendidikan mengakibatkan interaksi antar manusia ikut bergeser dan tanpa di pungkiri lagi bahwasanya hal tesebut akan semakin hilang.
Di era globalisasi yang berbasis digital application dalam dunia pendidikan. Hal ini akan membantu jalannya proses pembelajaran dan juga bisa meningkatkan hasil kinerja. Semakin banyaknya pengguna teknologi dalam dunia pendidikan akan mengakibatkan perubahan model pembelajaran. Karena hal tersebut lebih efektif dan efisien, tanpa memerlukan banyak waktu dan tenaga. Sehingga lambat laun masyarakat akan lebih memilih sistem pembelajaran online daripada pembelajaran konvensional (tatap muka).
Perkembangan berbagai media pembelajaran ini seiring dengan adanya kemajuan teknologi yang semakin pesat. Dinamika teknologi kini mencapai akselerasi yang luar biasa. Teknologi yang telah dipelajari beberapa tahun lalu telah tergantikan dengan dengan teknologi yang baru masuk termasuk pembelajaran yang bersifat konvensional.
Model pembelajaran yang diberikan dalam teknologi untuk dunia pendidikan dirasa cukup efektif. Pendidikan jarak jauh (distance learning) antara guru dan murid yang berada tidak dalam satu tempat atau hubungan jarak jauh. Dan teknologi juga memberikan banyak pilihan pembelajaran lainnya yang dapat dinikmati khalayak umum dengan sangat mudah. Sekarang kita juga tengah merasakan kemudahan belajar hanya dengan mengakses aplikasi digital seperti e-journal, e-library dan sebagainya.
Salah satu model pembelajaran yang telah diterapkan oleh beberapa masyarakat adalah model E-learning. E-learning merupakan bentuk model pembelajaran yang difasilitasi dan didukung pemanfaatannya teknologi informasi dan komunikasi. Istilah E-learning lebih tepat ditujukan sebagai usaha untuk membuat sebuah tranformasi proses pembelajaran yang ada di sekolah atau perguruan tinggi ke dalam bentuk digital yang dijembatani teknologi internet. (Munir,2009:169).
Di Indonesia, sistem pendidikan konvensional masih banyak dilakukan dalam civitas akademi. Khususnya daerah yang masih tergolong pedesaan. Karena di luar negeri seperti Perancis juga telah menggunakan layanan pendidikan online yang menjadi bukti pergeseran arah dunia pendidikan. Apalagi kini, zaman sekarang yang menuntut perubahan besar dalam dunia pendidikan. Dimana pendidikan dijadikan patokan dalam sebuah bermasyarakat. Sehingga pendidikan bermutulah yang mempunyai pengetahuan luas untuk mentransfer ilmu.
Generasi milenial (millennial generation) generasi yang lahir dalam rentang waktu awal tahun 1980 hingga tahun 2000 atau Gen-Y. Disebut generasi milenial karena generasi yang hidup di pergantian millennium. Bersamaan dengan merasuknya teknologi digital ke segala sendi kehidupan. Teknologi digital yang telah menjadi kebutuhan dasar pada generasi ini. Pada generasi milenial, yaitu generasi yang sudah melek teknologi digital, dimana tiap informasi dengan mudah diakses lewat internet.
Namun, banyak orang berpandangan bahwasannya telah terjadi pergeseran nilai-nilai sosial ketimuran. Karena lebih terbuka pemikirannya dengan mudah mengadopsi nilai-nilai sosial daerah barat yang lebih modern. Memang benar, hal tersebut juga telihat jelas dalam kehidupan kita. Banyak remaja yang mulai bergaya layaknya orang barat, sehingga kehidupan social mereka semakin tergerus. 
Hubungan komunikasi jarak jauh yang hanya dihubungan oleh media dan internet. Membuat komunikasi jarak dekat atau komunikasi langsung semakin jarang di lakukan. Sehingga, nilai social yang berlangsung dalam komunikasi tersebut semakin pudar. Remaja rentan saling berbicara secara langsung mereka memilih menggunakan media internet sebagai jalannya komunikasi. Jika hal ini semakin gencar dilakukan lambat laun dunia nyata dalam hal interaksi akan pudar.


Sabtu, 19 Agustus 2017


Eksistensi Pendidikan Islam di Indonesia

Pendidikan Islam di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari proses sejarah sebelumnya. Faktor utama hal ini adalah sejarah penyebaran Islam di Indonesia. Sejalan dengan proses penyebaran Islam di Indonesia, pendidikan Islam sudah mulai tumbuh meskipun masih bersifat individual. Para penganjur agama ini mendekati masyarakat dengan acara yang persuasif dan memberikan pengertian tentang dasar-dasar agama Islam.
Kemudian, dengan memanfaatkan lembaga-lembaga masjid, surau, dan langgar mulailah secara bertahap berlangsung pengajian umum mengenai tulis baca al-Quran dan wawasan keagamaan. Namun demikian, pelembagaan khusus untuk pelaksanaan pendidikan bagi umat Islam di Indonesia daru terjadi dengan pendirian pesantren. Lembaga ini diperkirakan muncul pada abad ke-13 M dan mencapai perkembangannya yang optimal pada abad ke-18 M. Para ahli agaknya sepakat bahwa pesantren adalah lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia.
Gairah ummat Islam untuk mendalami ajaran agamanya secara menyeluruh terus meningkat. Untuk tujuan ini, sebagian lulusan pesantren melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi ke beberapa pusat kajian Islam di Timur Tengah. Fenomena gelombang besar para umat Islam ke Timur Tengah intensif mulai dari akhir abad ke-18 M yang pada akhirnya tidak saja menambah wawasan keilmuan mereka tetapi juga menambah pengalaman dan inspirasi mereka dari gerakan modernisasi pendidikan Timur Tengah. Lulusan-lulusan pendidikan Timur Tengah pada masa itu kemudian menjadi pemrakarsa pendidikan madrasah-madrasah di Indonesia. Berbeda dengan lembaga pendidikan pesantren, yang dicontoh dari Timur Tengah itu merupakan lembaga pendidikan yang lebih modern dari sudut metodologi dan kurikulum pembelajarannya.
Pendirian lembaga-lembaga pendidikan Islam di Indonesia, dalam berbagai bentuk dan coraknya, merupakan upaya pendidikan untuk masyarakat secara terbuka. Sampai munculnya pesantren, lembaga pendidikan Indonesia sebelumnya cenderung bersifat sangat ekslusif. Pada masa pra-Islam, selain para rohaniawan Hindu, tidak semua orang dapat mengikuti pendidikan yang terlembagakan. Sedangkan pada masa penjajahan, sekolah-sekolah pada mulanya didirikan untuk kalangan bangsawan dan kaum penjajah. Baru setelah adanya desakan gerakan pencerahan dan perjuangan kalangan terdidik Indonesia, pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan kebijakan pendirian sekolah-sekolah rakyat yang lebih terbuka.
Jadi perkembangan pendidikan Islam di Indonesia berasal dari proses interaksi misi Islam dengan tiga kondisi. Pertama, interaksi Islam dengan budaya lokal pra Islam telah melahirkan pesantren. Meskipun pandangan ini masih kontroversial, tetapi pelembagaan pesantren bagaimanapun tidak bisa dipisahkan dari proses akulturasi Islam dalam konteks budaya yang dibawa penjajah. Kedua interaksi pendidikan Islam dengan tradisi Timur Tengah modern telah menghasilkan lembaga madrasah. Ketiga, interaksi Islam dengan politik pendidikan Hindia Belanda telah membuahkan lembaga dan sekolah Islam, tetapi dalam sejarah pendidikan di Indonesia kedua lembaga itu lahir dari inspirator yang berbeda: satu dari lulusan Timur Tengah modern, sedang yang lain dari gerakan yang kooperatif dengan pendidikan ala Belanda. 
Dualisme yang mengakar dan konsep ilmu dalam Islam akibat akulturasi dan pertemuan pola pendidikan Islam dengan konsep ala penjajahan, serta upaya kooperatif untuk mengatasi buta huruf di Indonesia banyak perubahan konsep pendidikan Islam di Indonesia. Namun yang ironis dan krusial masyarakat Islam Indonesia telah terbawa arus dan paradigma dualisme ilmu antara ilmu agama dengan ilmu umum. Paradigma ini yang kemudian berurat berakar sehingga konsep ilmu menjadi rusak dan tidak sesuai dengan ajaran Islam. Munculnya paradigma dualisme merupakan warisan kolonial yang sulit diluruskan. Bahkan dalam sejarah masa lalu dualisme ini muncul karena pertentangan antara tokoh agama di gereja dengan para ilmuwan. Pada akhirnya muncul pernyataan bahwa siapa yang mau mendalami agama ke gereja dan siapa yang mau memahami ilmu pergi ke ilmuwan. Faktor inilah yang dalam realitasnya menimbulkan pemahaman masyarakat termasuk umat Islam secara umum bahwa ilmu agama itu hanya al-Quran dan hadist dengan pengembangan yang terbatas. Adapun ilmu sains, ekonomi, seni, teknik dan politik serta humaniora bukanlah bagian dari ilmu agama.
Pemikiran seperti ini idealnya tidak dibiarkan dan mesti dikikis dari cara berpikir umat Islam. Berbagai pembaharuan pola pikir ini telah banyak dilakukan oleh tokoh-tokoh Islam mulai dari zaman dahulu sampai abad ke-21 M. Tokoh Islam masa lalu seperti al-Ghozali yang membagi ilmu hanya dari segi hukum mencarinya yaitu fardhu ‘ain dan fardhu kifayah. Ilmu fardhu ain yang berkaitan dengan al-Quran dan hadist sedangkan ilmu fardhu kifayah seperti ilmu kedokteran, administrasi, politik dan ilmu pendidikan. Adapun tokoh abad 21 seperti Imam Suprayogo menjelaskan ilmu itu sumbernya dari ayat-ayat Allah yaitu ayat qauliyah :wahyu yang diturunkan Allah (al-Quran dan hadist) dan yang ayat kauniyah : semua ciptaan Allah yang dianalisis, teliti melalui penggunaan potensi berpikir.  Pemahaman ini selanjutnya memberikan arah kepada umat Islam bahwa ilmu apa pun merupakan ilmu berasal dari ayat-ayat Allah. Idealnya setiap yang memiliki ilmu semakin tinggi keinginan untuk mendekatkan diri kepada Allah serta semakin terwujud kemakmuran di muka bumi. Karena tujuan Allah memberi ilmu adalah itu kesejahteraan manusia.
Pendidikan Islam dan Pendidikan Nasional.
Pembahasan pada poin ini didasarkan pada tesis bahwa pendidikan Indonesia dalam konteks historis bukan pada konsep atau paradigma keilmuannya. Karena ketika bermaksud melaksanakan pendidikan untuk rakyat Indonesia diawali oleh pemerintah Hindia Belanda yang telah memilih lembaga pendidikan sekolah sedangkan lembaga pendidikan Islam masih lembaga nonformal. Jadi lembaga pendidikan Islam merupakan institusi pendidikan yang berkembang atas dasar dukungan dan kekuatan dari masyarakat sendiri. Dengan demikian, sejak saat itulah mulainya kerangka dikotomik dalam sistem pendidikan untuk rakyat Indoensia: antara pendidikan pemerintah Hindia Belanda dan pendidikan Islam. Dikotomik inilah yang pada akhirnya membuyarkan konsep ilmu Islam. Meskipun demikian, dalam perkembangannya banyak sekolah Islam yang mendapat pengakuan dan subsidi dari pemerintah, karena menggunakan sistem dan kurikulum yang hampir sama dengan sekolah pemerintah. Sementara itu pesantren pada umumnya tetap menjaga jarak dengan sistem pendidikan persekolahan, baik karena alasan agamis maupun politis.  
Pada perkembangan selanjutnya pemerintah melakukan upaya nasionalisasi untuk mengakomodir pendidikan Islam yang memang terus mengakar dan berkembang. Peristiwa ini didukung oleh UU Sisdiknas Nomor 2 tahun 1989 dan sebelumnya didahului dengan SKB Tiga Menteri. Perkembangan terakhir adanya UU Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003. Perkembangan yang spektakuler dari sekolah-sekolah Islam inilah yang memunculkan beberapa nama sekolah terkenal seperti pesantren Gontor Darussalam, Maarif, Al-Azhar dan sangat banyak yang lainnya. Sedangkan di sekolah-sekolah dengan dikotomik itu terlihat pada pembelajaran agamanya. Dengan beberapa perkembangan sebagaimana digambarkan di atas, posisi pendidikan Islam dalam sistem pendidikan nasional dapat diidentifikasi sediktinya ke dalam tiga pengertian.
Pertama, pendidikan Islam adalah lembaga-lembaga pendidikan keagamaan seperti pesantren, pengajian dan madrasah diniyyah.
Kedua pendidikan Islam adalah muatan atau materi pendidikan agama Islam dalam kurikulum pendidikan nasional.
Ketiga, pendidikan Islam merupakan ciri khas dari lembaga pendidikan persekolahan yang diselenggarakan oleh departemen agama dalam bentuk madrasah, dan oleh organisasi dan yayasan keagamaan Islam dalam bentuk sekolah-sekolah Islam.
Kondisi obyektif pendidikan Islam di Indonesia praktek pendidikan Islam di Indonesia sebagaimana diidentifikasi di atas mengalami pasang surut dari waktu-waktu. Namun demikian, dalam perkembangan terakhir kenyataanya menunjukkan kemajuan, setidaknya jika dilihat indikator kuantitatif. Pelaksanaan pendidikan agama Islam di sekolah-sekolah umum misalnya berlangsung minimal 2 jam pelajaran perminggu. Bahkan banyak sekolah lainnya menambah dengan kegiatan ekstrakurikuler dan termasuk juga kurikulum muatan lokal. Selain itu di sekolah-sekolah juga diadakan paket-paket khusus keagamaan seperti pesantren kilat, dan kurikulum plus.
Adapun masalah klasik yang menjadi perdebatan saat ini di sekolah-sekolah adalah mengenai kurangnya jumlah jam pelajaran. Hal ini diiringi dengan adanya keluhan dari para guru mengenai prilaku murid atau kenakalan serta menurunnya akhlak anak. Beberapa sekolah yang kreatif mereka mencari berbagai strategi supaya kesulitan-kesulitan pembinaan akhlak anak tersebut dapat diatasi. Sehingga di beberapa sekolah ditemukan para guru dengan mensyaratkan perilaku dan lulusan nilai pengetahuan dan sikap serta praktek agama untuk dapatnya siswa mengikuti berbagai ujian.
Adapun secara kuantitas jumlah Madrasah Ibtidaiyah (MI), MTs dan MA sangat benyak peningkatan. Ini menandakan bahwa pendidikan Islam itu memiliki peningkatan yang signifikan. (Maksum:1999).
Masa depan pendidikan Islam Pendidikan Islam di Indonesia secara normatif pada dasarnya bersumber dari ajaran agama yang universal. Konsisten dengan prinsip ini, pendidikan Islam akan mampu bertahan dalam perubahan yang terjadi dari masa ke masa. Prinsip universal itu menunjukkan kesanggupannya untuk satu sisi mempertahankan semangat keIslamannya dan di sisi lain menyesuaikan aspek teknisnya dengan perkembangan zaman. Sebagaimana dapat dilihat dalam sejarahnya, pendidikan Islam memperlihatkan variasi dari satu periode ke periode lain, dan dari satu lokasi ke lokasi lain, tetapi dengan semangat keIslaman yang permanen.
Masa depan pendidikan Islam di Indonesia ditentukan baik oleh faktor internal maupun oleh faktor eksternal. Secara internal, dunia pendidikan Islam pada dasarnya masih menghadapi problem pokok berupa rendahnya kualitas sumberdaya manusia pengelola pendidikan. Hal ini terkait dengan program pendidikan dan pembinaan tenaga kependidikan yang masih lemah dan pola rekrutmen tenaga pegawai yang kurang selektif. Namun demikian, tren dari waktu ke waktu menunjukkan bahwa penyelesaian atas masalah sumber daya manusia mengalami penanganan yang semakin baik. Di samping adanya usaha perbaikan pada lembaga-lembaga pendidikan kependidikan, sejak tiga tahun terakhir ini telah diselenggarakan program-program pelatihan dalam berbagai bidang dan profesi kependidikan, mulai dari pimpinan sekolah, pengelola administrasi dan keuangan, pustakawan, guru, tenaga bimbingan dan penyuluhan, pengawas, sampai dengan pengurus organisasi orang tua siswa. Dalam jangka panjang tenaga-tenaga yang terlatih itu akan menyebarkan pengetahuan dan keterampilannya kepada rekan sejawat sehingga secara bertahan akan meningkatkan kinerja lembaga-lembaga pendidikan Islam khususnya madrasah.
Secara eksternal, masa depan pendidikan Islam dipengaruhi oleh tiga isu besar; globalisasi, demokrasi dan liberalisasi Islam. Globalisasi tidak semata-mata mempengaruhi sistem pasar, tetapi juga sistem pendidikan. Penetrasi budaya global terhadap kehidupan masyarakat Indonesia akan direspon secara berbeda-beda oleh kalangan pendidikan: permisif, defensif, dan transfomratif. Kelompok pertama akan cenderung menerima begitu saja pola model budaya global yang dialirkan melalui teknologi informasi, tanpa memahami nilai dan substansinya. Sebaliknya, kelompok kedua akan apriori terhadap capaian budaya dan peradaban global, semata-mata karena ia tidak datang dari tradisi yang diikutinya selama ini. Sedangkan kelompok ketiga berusaha mendialogkan antara budaya global dengan budaya lokal sehingga terjadi sintesis budaya yang dinamis dan harmonis. (Maksum:1999). Visi Pendidikan Islam “agamis” populis, berkualitas dan beragam. Dalam masa yang cukup panjang, pendidikan Islam di Indonesia berada di persimpangan  jalan antara mempertahankan tradisi lama dan mengadopsi perkembangan baru. Upaya mempertahankan sepenuhnya tradisi lama berarti status quo yang menjadikannya terbelakang meskipun tercapai kepuasan emosional dan romantisme dengan identitas pendidikan masa lalu. Sementara itu, mengadopsi perkembangan baru begitu saja berarti mengesampingkan akar sejati dan nilai autentik dari sejarah pendidikan Islam. Walaupun berhasil memenuhi keperluan pragmatis untuk menjawab tantangan sesaat dari lingkungan sekitarnya. Situasi ini tercermin dalam kebingungan, maju-mundur, dan ketidakjelasan arah dan tujuan modernisasi pendidikan Islam selama ini. (Azim Nanji: 2003).
Jalan keluar dari situasi di atas menuntut adanya penegasan visi pendidikan Islam sehingga tidak tergoda oleh tarikan-tarikan ekstrim, tetapi mampu mengelola berbagai kecendrungan yang tersedia secara responsif dan tuntas. Visi itu ditempatkan sebagai pemandu yang Menjamin konsistensi pendidikan Islam dalam konteks perubahan dan dinamika yang terjadi dalam dirinya secara terus menerus. Kerangka visi pendidikan Islam itu harus dibangun dengan mempertimbangkan sumber nilai/ajaran Islam, karakter essensial dari sejarah pendidikan Islam, dan rumusan tantangan masa depan. Dengan kata lain, visi pendidikan Islam masa depan adalah terciptanya sistem pendidikan yang Islami, populis, berorientasi mutu, dan kebhinekaan.
Karakter Islami pada lembaga pendidikan Islam, seperti madrasah dan sekolah merupakan identitas utama yang harus tercermin dalam kurikulum dan proses pendidikan. Berbeda dengan lembaga pendidikan sekuler, pendidikan Islam dilaksanakan dengan mengejawantahkan nilai dan ajaran Islam dalam kehidupan dan perilaku semua komponen pendidikan mulai dari pimpinan sampai dengan siswa. Karakter Islami, yang pertama dan utama, berarti kesadaran sebagai pribadi muslim untuk menjalankan secara konsisten perintah dan larangan agama dalam segala situasi dan kondisi, termasuk di lingkungan madrasah.
Selain itu, karakter Islami berarti orientasi pendidikan yang holistik dan tidak terbatas pada cita-cita praktis, karena menempatkan nilai-nilai spiritual dan transendental (ketuhanan) dalam proses pancapaian tujuan pendidikan. Karakter Islami juga berarti strategi pembelajaran keagamaan yang tidak verbalistik sehingga memudahkan siswa untuk memudahkan keterampilan dan wawasan ke-Islam-annya secara terpadu. Di samping ketiga makna di atas karakter Islami dari pendidikan Islam itu berarti ajakan dan seruan bagi lingkungan sekitar madrasah untuk meningkatkan syiar Islam melalui media pendidikan.
Karakter populis pada lembaga pendidikan Islam merupakan pesan utama dari sejarah pendidikan Islam di Indonesia dari masa ke masa. Sejak periode yang paling dini, pendidikan Islam lahir dan berkembang dengan dukungan masyarakat serta terbuka bagi semua lapisan sosial. Dalam banyak kasus, sekali mengabaikan watak populisnya lembaga pendidikan Islam akan mengalami kematian karena ditinggalkan oleh massa pendukungnya. Program keunggulan pendidikan Islam seperti madrasah model tidak dimaksudkan untuk membuat lembaga pendidikan itu bersifat ekslusif. Watak populis dari pendidikan Islam ini sangat relevan dengan tuntutan essensial ummat manusia sepanjang masa yang membutuhkan persaudaraan, saling kasih, dan semangat memberdayakan kaum tertindas. Dengan kata lain, pendidikan Islam hendaknya dilaksanakan dalam semangat yang merakyat sehingga melahirkan hasil pendidikan yang berprestasi dan sekaligus peduli dengan nasib sesama. Ciri lain dari visi pendidikan Islam masa depan adalah berorientasi pada mutu. Hal ini merupakan tantangan masa depan yang sangat nyata, karena penghargaan masyarakat terhadap sebuah lembaga pendidikan sangat ditentukan oleh tingkat kualitas pendidikannya. Kualitas pendidikan itu tercermin dalam dua tataran: proses pendidikan dan hasil pendidikan. Proses pendidikan menggambarkan suasana pembelajaran yang aktif dan dinamis serta konsisten dengan program dan target pembelajaran. Sedangkan hasil pendidikan menunjuk pada kualitas lulusan dalam bidang kognitif, affektif, dan psikomotorik. Jika gagal dalam mewujudkan visi ini, lembaga pendidikan Islam, seperti madrasah, akan tertinggal dari lembaga-lembaga pendidikan lain.
Karakter keagamaan pada lembaga pendidikan Islam pada prinsipnya menunjukkan adanya fleksibilitas dalam pelaksanaan pendidikan Islam. Praktek penyeragaman yang terjadi selama tiga dekade terakhir disadari telah mematikan kreatifitas pengelolaan dan pengembangan pendidikan Islam. Hal ini sekaligus bertentangan dengan watak populis yang meniscayakan adanya lembaga, model, dan pendekatan yang bervariasi sesuai dengan kompleksitas masyarakat. Pendidikan Islam hendaknya membiarkan dengan pengelolaan yang baik, tumbuh dan berkembangnya aneka ragam lembaga pendidikan Islam mulai dari pesantren, madrasah dan majelis taklim serta kelompok kajian. Dalam waktu yang bersamaan setiap lembaga pendidikan Islam hendaknya juga dibiarkan berkembang dalam keanekaragaman tipe, mulai dari madrasah umum/sekolah, madrasah kejuruan, madrasah keagamaan, sampai dengan madrasah model. Sementara itu dalam proses pembelajarannya, pendidikan Islam dapat mengembangkan berbagai strategi yang menjamin efektifitas pendidikan. Pola pendekatan yang tunggal akan menimbulkan kejenuhan siswa dalam belajar. Dan yang tidak kalah penting adalahmemberikan pemahaman kepada masyarakat tentang konsep ilmu supaya tidak ada lagi dikotomik. Hal ini perlu diberikan semenjak dini.

Selasa, 12 Juli 2016




SUMBER, FUNGSI  DAN URGENSI
STUDI AKHLAK TASAWUF


Peta Konsep:


A.    Sumber Akhlak dan Tasawuf
Dalil-dalil Akhlak dalam Al-Qur’an:
  1. Asy-Syuara: 137; إن هذا إلا خلق الأولين (agama kami) ini tidak lain hanyalah adat kebiasaan orang dahulu).
  2. Al-Qalam: 4; وإنك لعلى خلق عظيم (Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung)
  3. Akhlak berhubungan dengan adat atau kebiasaan masyarakat (Asy-Syuara 137).
  4. Akhlak Islam bermuara pada keteladanan Nabi SAW (Al-Ahzab 21)
  5. Materi akhlak dalam Al-Qur’an terinci dalam berbagai tindakan yang harus dilakukan manusia, baik thd Allah maupun thd sesamanya.

Dalil-dalil Akhlak dalam hadis:
  1. انما بعثت لاتمم مكارم الاخلاق (sesungguhnya aku diutus adalah untuk menyempurnakan akhlak (HR. Baihaqy).
  2. اكمل الموءمنين ايمانا احسنهم خلقا (orang mukmin yg paling sempurna imannya adalah yg paing baik akhlaknya (HR. Tirmizi).
  3. Pembinaan Akhlak adalah prioritas utama dalam risalah Nabi.
  4. Keutamaan seorang mukmin diukur berdasarkan kualitas akhlaknya sebagai cerminan keimanannya.
  5. Nabi menjadi pusat keteladanan bagi umat Islam.

Tujuan dan Sasaran Akhlak dalam Al-Qur’an dan Hadis:
·         Mengarahkan manusia bersikap adil dalam mengelola potensi rohaniahnya (‘aql, ghadab/amarah, dan nafsu).
·         Membentuk muslim yang memiliki sifat; bijaksana (hikmah), ksatria (syaja’ah), dan menjaga diri dari perbuatan dosa (‘iffah)

Sumber Tasawuf dalam Al-Qur’an:
1.      Secara bahasa kata tasawuf tdk disebut secara eksplisit dalam Al-Qur’an.
2.      Ulama: masalah tasawuf dalam Al-Qur’an termuat dalam kata “zuhud”.
3.      Zuhud: tidak merasa tertarik terhadap sesuatu (Surat Yusuf: 20).
4.      Kata kunci Tasawuf dalam Al-Qur’an antara lain: Taubat (Al-Baqarah 222), Sabar (Al-Mukmin 55), Faqir (At-Taha 2), Tawakkal (At-Talaq 3), Mahabbah (Ali Imran 31), Ma’rifat (Al-Qaf 16), Ridha (Al-Maidah 119).

Tasawuf dalam Hadis:
¢  Istilah tasawuf tdk dikenal dalam hadis.
¢  Rasulullah mengenalkan IHSAN,
yaitu: ان تعبد الله كاءنك تره فإلم تكن تره فإنه يراك
¢  Ihsan bersumber dari keteladanan terhadap Nabi yang menyangkut kerisalahan (kerasulan).

Ajaran Al-Qur’an dan Hadis tentang Tasawuf:
¢  Memperbaiki dan meluruskan akidah.
¢  Membersihkan hati dari sifat yang tercela, dan menghiasinya dg akhlak terpuji.
¢  Mendekatkan diri sedekat mungkin dengan Allah.
¢  Puncak kedekatan manusia dengan Allah adalah pencapaian ihsan dalam kehidupan

B.     Fungsi Akhlak Tasawuf
Manfaat akhlak adalah:
-          Membersihkan diri dari perbuatan dosa dan maksiat
-          memberikan panduan kepada manusia agar mampu menilai dan menentukan suatu perbuatan apakah baik atau buruk.
-          Menentukan kriteria perbuatan baik dan perbuatan buruk
-          Mengarahkan dan mewarnai berbagai aktivitas kehidupan manusia dalam berbagai bidang.

 Urgensi Akhlak
“ menjadi filter bagi pengaruh kehidupan yang negative dan menjaring hal-hal yang positif dalam kehidupan. Akhlak berkorelasi dengan akidah. Muslim yang berakhlakul karimah akan berpegang kuat pada komitmen nilai, yang menjadi dasar pengembangan akhlak dengan berfondasikan akidah yang kokoh”.

Manfaat Tasawuf adalah:
-          memberikan panduan bagaimana cara mendekatkan diri kepada Allah.
-          Memberikan pengalaman tentang bagaimana cara menjaga kedekatan (taqarrub) kepada Allah.
-          Membiasakan diri menjaga kesucian hati dan menghindarkannya dari pengaruh nafsu.

Fungsi Umum Akhlak Tasawuf:
1.      mengembalikan akhlak Rasulullah sebagai acuan bagi perilaku sehari-hari
2.      menyeimbangkan kehidupan duniawi (lahir) dengan kehidupan spiritual (batin).
3.      Penguat kesadaran kebersamaan hidup (kesalehan individu dan social).

Fungsi Khusus Akhlak Tasawuf:
1.      membersihkan hati dalam berhubungan dengan Allah swt.
2.      membersihkan jiwa dari pengaruh materi
3.      menerangi jiwa dari kegelapan
4.      memperteguh keyakinan beragama
5.      mempertinggi akhlak manusia.
6.    menjaga martabat kemanusiaan seseorang.

C.  Pentingnya Studi Akhlak dan Tasawuf
Manfaat pembelajaran Akhlak:
·         Memperkuat dan menyempurnakan Agama.
·         Mengenalkan konsep baik dan buruk berdasarkan ajaran Islam.
Definisi Baik dan Buruk
a.      Pengertian baik atau khair adalah:
§  sesuatu yang sudah mencapau kesempurnaan,
§  sesuatu yang memiliki nilai kebenaran/nilai yang diharapkan,
§  sesuatu yang berhubungan dengan luhur, bermartabat, menyenangkan, dan disukai manusia.
b.      Buruk atau syarr, memiliki pengertian kebalikan dari baik.
c.       Pengertian baik dan buruk di atas bersifat subjektif, relative, tergantung individu yang menilainya.

Penentuan Baik dan Buruk
·         Berdasarkan adat istiadat masyarakat (aliran sosialisme).
·         Berdasarkan akal manusia (hedonisme)
·         Berdasarkan intuisi (humanisme)
·         Berdasarkan kegunaan (utilitarianisme)
·         Berdasarkan agama (religiousisme)

Konsep Baik dalam ajaran Islam
  1. Hasanah; sesuatu yang disukai atau dipandang baik (QS. 16: 125, 28: 84)
  2. Tayyibah; sesuatu yang memberikan kelezatan kepada panca indera dan jiwa (QS. 2: 57).
  3. Khair; sesuatu yang baik menurut umat manusia (QS. 2: 158).
  4. Mahmudah; sesuatu yang utama akibat melaksanakan sesuatu yang disukai Allah (QS. 17: 79).
  5. Karimah; perbuatan terpuji yang ditampakkan dalam kehidupan sehari-hari (QS. 17: 23).
6.      Birr; upaya memperbanyak perbuatan baik (QS. 2: 177).

·         Mengajarkan arti kebebasan dan tanggung jawab.
Makna Kebebasan:
  1. Kemampuan untuk menentukan diri sendiri, tidak dibatasi oleh orang lain.
  2. Kemampuan untuk melakukan sesuatu sesuai yang dimilikinya dan tujuan yang diinginkannya.
  3. Kemampuan  memilih kemungkinan-kemungkinan yang tersedia baginya.
  4. tidak dipaksa/terikat untuk membuat sesuatu yang tidak akan dipilihnya, berbuat dengan leluasa.

Kebebasan manusia: apakah manusia memiliki kebebasan atau tidak?
  1. Manusia memiliki kebebasan untuk menentukan kemauannya (Qadariyah/Mu’tazilah).
  2. Kebebasan manusia dibatasi oleh Tuhan (Jabariyah/Asy’ariyah).

Dasar Kebebasan: QS. 3: 164, 18: 29, 41: 40.

Macam Kebebasan:
  1. Kebebasan jasmani (menggerakkan anggota tubuh).
  2. Kebebasan ruhani (berkehendak)
  3. Kebebasan moral.

Tanggung Jawab
  • Kesediaan dasariah untuk melaksanaka apa yang menjadi kewajiban.
  • Kewajiban untuk melaksanakan segala sesuatu yang bertujuan untuk mempertahankan keadilan, keamanan, dan kemakmuran.
  • Menerima pembebanan sebagai akibat perbuatan sendiri.

Eksistensi Tanggung jawab
  • berhubungan dengan perbuatan yang dilakukan dengan kesadaran.
  • Tanggung jawab berhubungan dengan kebebasan berbuat , dimana kebebasan berbuat harus dapat dipertanggungjawabkan.
  • Hubungan antara kebebasan dan tanggung jawab meliputi:
1.      kemampuan untuk menentukan diri sendiri
2.      kemampuan untuk bertanggungjawab.

·         Mengajarkan tentang hak dan kewajiban.

·         Apa manfaat pembelajaran Tasawuf?
·         Memenuhi kebutuhan batin atau spiritualitas manusia.
·         Menyelamatkan manusia dari problem duniawi (hedonisme, materialisme).
·         Memperkenalkan aspek inti ajaran Islam, yaitu aspek esoteris (batin). Jika wilayah ini kering maka kering pula aspek-aspek lain dari ajaran Islam.

Relevansi antara studi Akhlak tasawuf dengan kehidupan saat ini:
a.      Akhlak tasawuf mengajarkan tentang pola hidup yang seharusnya dilakukan manusia dalam berbagai bidang kehidupan (horizontal-vertikal, lahir-batin).
b.      Objek kajian Akhlak tasawuf adalah kehidupan manusia dalam rangka mencapai keseimbangan hidup melalui pembentukan perilaku manusia, baik sebagai individu maupun anggota masyarakat.
c.       Kehidupan masyarakat saat ini penuh dengan penyimpangan yang berdampak pada kerusakan moralitas dan kekeringan aspek batin (spiritualitas), sedangkan akhlak memberikan obat penawar untuk memecahkannya.

Sumbangan studi Akhlak Taswuf bagi pemberdayaan masyarakat (Islam):
b.      Memberikan sumbangan bagi penyelesaian problem-problem modernitas, seperti: pendangkalan iman, pola hubungan materialistik, stress atau frustasi, menghalalkan segala cara, dsb.
c.       Memberikan solusi thd munculnya efek kemajuan ilmu dan teknologi seperti: disintegrasi ilmu pengetahuan, kepribadian yang terpecah (split personality), penyalahgunaan iptek, dsb. Semua ilmu pengetahuan pengembangan dan pemanfaatannya harus dilandasi etika.
d.      Mengembangkan kehidupan yang berakhlak tasawuf, yaitu terciptanya keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan jasmani dan rohani, memiliki ketajaman batin dan kehalusan budi pekerti, dan terhindar dari perbuatan-perbuatan yang tercela.

Selasa, 14 April 2015




“HAKIKAT PENDIDIKAN”


Orang Yunani tempo dulu mengatakan bahwa pendidikan itu ialah pertolongan kepada manusia agar ia menjadi manusia. Apa syarat agar dapat disebut sebagai manusia? Apa seseorang tidak mampu menjadi manusia seandainya tidak dididik?
Arti Pendidikan Orang-orang Yunani, lebih kurang 600 tahun sebelum masehi, telah menyatakan bahwa pendidikan ialah usaha membantu manusia menjadi manusia. Ada dua kata yang penting dalam kalimat itu, pertama “membantu” dan kedua “manusia”.Manusia perlu dibantu agar ia berhasil menjadi manusia. Seseorang dapat dikatakan telah menjadi manusia bila telah memiliki nilai (sifat) kemanusiaan. Hal itu menunjukkan tidaklah mudah untuk menjadi manusia. Karena itulah sejak dahulu banyak manusia gagal menjadi manusia. Jadi tujuan mendidik adalah me-manusia-kan manusia. Agar tujuan itu dapat dicapai dan agar program dapat disusun maka ciri-ciri manusia yang telah menjadi manusia itu haruslah jelas. Seperti apa kriteria manusia yang menjadi tujuan pendidikan itu? Tentulah hal ini akan ditentukan oleh filsafat hidup masing-masing orang.
Orang-orang Yunani lama menentukan tiga syarat untuk disebut manusia. 
Pertama, memiliki kemampuan dalam mengendalikan diri; 
kedua, cinta tanah air; dan
ketiga, berpengetahuan.
Kemampuan mengendalikan diri memang penting dalam kehidupan ini. Ini telah diketahui sejak dulu sekali. Pada abad decade 90-an (sekitar tahun 1995) muncul buku Goleman yang menjelaskan betapa pentingnya kemampuan mengendalikan diri tersebut. Ia menyebutnya emotional intelligence (EI) yang sering disingkat dengan EQ (emotional quotient) yang oleh orang Indonesia dikenal dengan kecerdasan emosi. Goleman mengatakan bahwa EQ lebih penting ketimbang IQ (Intellegence Quotient). Orang Yunani sejak lama telah mengetahui hal itu. Pythagoras, salah seorang filosof besar pada zaman itu memberi isyarat pada murid-muridnya agar murid-muridnya tidak makan kacang tanah dan ayam putih. Katanya dua jenis makanan ini akan menyebabkan sulit mengendalikan diri.Orang-orang zaman sekarang juga memahami pentingnya seseorang memiliki kemampuan mengendalikan diri. Sering orang tua menasehati menantunya agar mampu mengendalikan diri tatkala dapat uang banyak. Tatkala memperoleh kesuksesan. Sering orang lain menasehati agar sabar; sabar adalah salah satu ciri (indikator atau wujud) kemampuan mengendalikan diri. Banyak orang menyesali perceraiannya karena tatkala ia mengucapkan talak cerai itu ia dalam keadaan tidak mampu mengendalikan diri; banyak orang yang putus pertunangannya gara-gara ketelanjuran dan itu adalah ciri kurang mampu mengendalikan diri. Banyak yang jatuh dari tempat tinggi karena kurang mampu mengendalikan diri. Jatuh dengan cara seperti itu akan dirasa sangat menyakitkan. Menyesal, malu dan rugi. Keterlanjuran adalah salah satu ciri kurang memiliki kemampuan mengendalikan diri. Pepatah lama mengatakan mulutmu harimaumu, yang akan menerkam kepalamu. Maksud dari pepatah ini ialah banyak orang celaka karena keterlanjuran dalam berbicara  dan ia celaka oleh pembicaraannya itu. Jika orang telah mampu mengendalikan diri, itu berarti ia telah memiliki akhlak mulia dan dengan sendirinya cinta tanah air akan juga akan tinggi.
Cinta tanah air orang Yunani lama itu adalah dalam arti cinta pada tempat tinggal. Konsep inilah yang menjadi cikal bakal pelajaran civic atau kewarganegaraan yang kita kenal sekarang. Kalau dipikir-pikir, sebenarnya sampai sekarang inti civic tetap saja cinta tempat tinggal. Civic justru akan rusak jika pengertiannya digeser dari pengertian itu. Cinta tempat tinggal; jangan merusak alam, (tidak merusak hutan), tidak membuang sampah sembarangan, jangan mencorat-coret tembok, jangan mengganggu ketenangan tetangga. Bila yang seperti itu terwujud, maka kehidupan akan menjadi kehidupan yang enak. Bila konsep ini digeser, misalnya menjadi cinta bangsa, maka bahayanya ialah chauvinism, bila disempitkan maka akan lebih berbahaya lagi. Bila diubah menjadi cinta dunia, maka konsep yang akan diterima terlalu luas dan abstrak. Memang yang terbaik adalah cinta tempat tinggal. Di mana pun ia tinggal ia akan mencintai tempat itu, sekalipun tinggal di negara orang lain.
Manusia yang menjadi tujuan pendidikan itu harus memiliki pengetahuan yang tinggi. Intinya ialah orang harus mampu berpikir benar. Mendengar ini mungkin akan ada orang yang bertanya, apa ada orang yang berpikir tidak benar. Banyak, orang gila misalnya. Orang yang sudah kuat secara ekonomi, tetapi masih mencuri atau korupsi juga, jelas itu orang yang tidak mampu berpikir dengan benar. Orang seperti itu sebenarnya sejenis orang gila, ia orang sakit jiwa. 
Orang Yunani beranggapan berpikir cara filsafat atau berfilsafat adalah latihan terbaik untuk mampu berpikir benar. Yang di atas itu adalah aspek pertama pendidikan yaitu tentang konsep manusia. Konsep itu masih layak dipakai hingga sekarang. Masih bagus. (jadi, orang yang melakukan korupsi itu tidak dapat dikategorikan sebagai manusia. Sebab apa? Watak orang yang korupsi itu tidak mampu mengendalikan diri. Tidak sabar, ingin segera kaya. Korupsi juga akan berakibat krisis dan malapetaka bagi bangsa. Ini akibat tidak memiliki kemampuan berpikir yang benar, tidak punya pengetahuan.
Aspek pendidikan yang kedua adalah menolong. Mengapa menolong, buka mencetak atau mewujudkan? Karena pendidik mengetahui bahwa pada manusia ada potensi yang dapat dikembangkan untuk menjadi manusia. Pada setiap manusia itu ada potensi untuk menjadi manusia. Tetapi, ada juga potensi untuk menjadi bukan manusia, menjadi binatang misalnya. Teori inilah yang dapat menjelaskan mengapa orang yang di didik itu ada yang gagal menjadi manusia. Misalnya, ada beberapa tamatan perguruan tinggi yang punya sifat ingin menang sendiri (ini bukan sifat manusia), ada juga orang yang sudah kaya tetapi masih korupsi (ini juga bukan sifat manusia, walaupun kemiskinan bukan alasan untuk melakukan korupsi. Kegagalan pendidik dalam membantu manusia menjadi manusia itu memang ada, tetapi hanya sedikit. Pendidik berpendapat batu tidak mungkin ditolong menjadi manusia, karena, ya itu tadi, batu tidak memiliki potensi menjadi manusia. Dari sinilah pendidik mengetahui bahwa dalam mendidik pendidik itu harus mengetahui potensi-potensi anak didiknya. Ini bidang psikologi; karena itu pendidik yang baik tentu mengetahui psikologi mengenai potensi-potensi itu. Kata “menolong” juga menegaskan bahwa perbuatan mendidik itu hanya sekedar menolong. Jadi, pendidik jauh sebelum berbuat telah mengetahui bahwa muridnya itu nanti akan ada yang berhasil menjadi manusia dan ada yang tidak. Apakah pendidik salah bila ia gagal? Pendidik biasanya merasa bersalah. Tetapi sebenarnya pendidik itu tidak bersalah. Itu hanya pembenaran terhadap teori “menolong “ itu saja. Pendidik dapat saja gagal menolong muridnya. Kata “menolong” juga mengkiaskan agar pendidik tidak sombong. Bila berhasil itu adalah berkat usaha murid itu sendiri dan usaha dari orang lain atau pengaruh dari yang lainnya, sebagiannya memang merupakan hasil dari pendidik. Kata “menolong” juga mengajarkan kepada pendidik bahwa ia mestilah melakukan pertolongan itu dengan kasih sayang. Kata kasih sayang sudah terdapat dalam kata “menolong”. Tidak ada pertolongan yang kosong dari kasih sayang. Konsekuensinya ialah pendidik tidak  akan berhasil menolong bila dalam menolong itu tidak ada rasa kasih sayang kepada yang ditolong. Kata “menolong” juga mengandung pengertian selalu ke arah yang benar. Itu pun sudah terdapat dalam kata menolong. Jadi, pendidik itu harus menolong murid, dan pertolongan itu harus berisi sesuatu yang benar. Karena itulah pendidik tidak mengenal istilah “mendidik anak mencuri atau mendidik anak berbohong”. Sebab “mencuri” dan “berbohong” itu tidak ada dalam kata menolong. Al-qur’an menegaskan “dan tolong-menolonglah kamu sekalian dalam kebaikan”.
Sekarang banyak orang yang berharap gaji yang banyak dari kerja mendidik. Akibatnya biaya pendidikan menjadi sangat mahal. Seringkali orang berpikir bahwa adalah wajar jika pendidik meminta upah yang tinggi dari kerja mendidik. Seolah dalam dirinya ia berkata, apa bedanya kerja mendidik dengan kerja mengelas atau nyopir? Jika pekerjaan sebagai pilot meminta bayaran yang tinggi, mengapa kerja mendidik _yang nota bene menghasilkan pilot_ apakah tidak wajar menuntut gaji yang tinggi?. Begitulah berbagai pertanyaan muncul yang diakui atau tidak, di belakang pertanyaan itu tersimpan sifat kurang sayang pada murid. Sayang kepada murid dalam pendidikan dikatakan sama dengan sayang kepada anak kandung sendiri. Itu sesuatu hal yang sungguh tidak mungkin. Yang mungkin adalah sayang dalam bentuk prihatin, khawatir kalau-kalau murid itu tidak berkembang menjadi manusia yang diharapkan.
Kapan pendidikan bagi seseorang dimulai, dan kapan berakhir? Pertanyaan ini sudah lama sekali muncul di kalangan ahli pendidikan. Agama Islam mengatakan “sejak buaian sampai liang kubur”. Para ahli pendidikan mengatakan “pendidikan berlaku sepanjang hayat (life long education). Ahli lain mengatakan pendidikan tidak pernah berhenti. Tiga pernyataan itu mengandunng esensi yang sama: pendidikan berlangsung seumur hidup. Pertanyaan lebih jauh muncul lagi, yaitu seumur hidup itu apa maksudnya? Apakah sejak lahir sampai meninggal? Atau sejak adanya hidup. Bila sejak adanya hidup itu berarti pendidikan dimulai sejak janin hidup di dalam rahim. Jadi ada pendidikan prenatal dan dilanjutkan pascanatal. Satu kesimpulan saja: pendidikan berlangsung seumur hidup dengan mengesampingkan apakah dimulai sejak dalam rahim atau setelah lahir. Persoalannya  adalah mengapa pendidikan itu berlangsung seumur hidup. Jawaban pada pertanyaan itu terletak pada pandangan kita tentang hakikat pendidikan dari segi lain. Tadi dikatakan pendidikan ialah pertolongan. Segi lain menyatakan bahwa pendidikan ialah segala yang mempengaruhi seseorang. Dari segi ini memang benar, tidak boleh tidak, pendidikan harus berlangsung seumur hidup karena selama manusia masih hidup ia akan selalu mendapat pengaruh dari berbagai pihak. Dari sisi lain bahwa pendidikan ialah usaha menolong orang agar ia mampu menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Jadi, selama manusia masih menghadapi masalah yang harus diselesaikan selama itu pula ia masih menjalani pendidikan, sementara itu manusia tidak pernah tidak mengalami masalah. Jadi karena manusia selalu menghadapi masalah maka selama itu pula ia memerlukan pendidikan.